Minggu, 20 November 2011

Sejarah Atom

Konsep bahwa materi terdiri dari satuan-satuan terpisah yang tidak dapat dibagi lagi menjadi satuan yang lebih kecil telah ada selama satu milenium. Namun, pemikiran tersebut masihlah bersifat abstrak dan filosofis, daripada berdasarkan pengamatan empiris dan eksperimen. Secara filosofis, deskripsi sifat-sifat atom bervariasi tergantung pada budaya dan aliran filosofi tersebut, dan seringkali pula mengandung unsur-unsur spiritual di dalamnya. Walaupun demikian, pemikiran dasar mengenai atom dapat diterima oleh para ilmuwan ribuan tahun kemudian, karena ia secara elegan dapat menjelaskan penemuan-penemuan baru pada bidang kimia.[3]
Rujukan paling awal mengenai konsep atom dapat ditilik kembali kepada zaman India kuno pada tahun 800 sebelum masehi,[4] yang dijelaskan dalam naskah filsafat Jainisme sebagai anu dan paramanu.[4][5] Aliran mazhab Nyaya dan Vaisesika mengembangkan teori yang menjelaskan bagaimana atom-atom bergabung menjadi benda-benda yang lebih kompleks.[6] Satu abad kemudian muncul rujukan mengenai atom di dunia Barat oleh Leukippos, yang kemudian oleh muridnya Demokritos pandangan tersebut disistematiskan. Kira-kira pada tahun 450 SM, Demokritos menciptakan istilah átomos (bahasa Yunani: ἄτομος), yang berarti "tidak dapat dipotong" ataupun "tidak dapat dibagi-bagi lagi". Teori Demokritos mengenai atom bukanlah usaha untuk menjabarkan suatu fenomena fisis secara rinci, melainkan suatu filosofi yang mencoba untuk memberikan jawaban atas perubahan-perubahan yang terjadi pada alam.[1] Filosofi serupa juga terjadi di India, namun demikian ilmu pengetahuan modern memutuskan untuk menggunakan istilah "atom" yang dicetuskan oleh Demokritos.[3]
Kemajuan lebih jauh pada pemahaman mengenai atom dimulai dengan berkembangnya ilmu kimia. Pada tahun 1661, Robert Boyle mempublikasikan buku The Sceptical Chymist yang berargumen bahwa materi-materi di dunia ini terdiri dari berbagai kombinasi "corpuscules", yaitu atom-atom yang berbeda. Hal ini berbeda dengan pandangan klasik yang berpendapat bahwa materi terdiri dari unsur-unsur udara, tanah, api, dan air.[7] Pada tahun 1789, istilah element (unsur) didefinisikan oleh seorang bangsawan dan peneliti Perancis, Antoine Lavoisier, sebagai bahan dasar yang tidak dapat dibagi-bagi lebih jauh lagi dengan menggunakan metode-metode kimia.[8]
Berbagai atom dan molekul yang digambarkan pada buku John Dalton, A New System of Chemical Philosophy (1808).
Pada tahun 1803, John Dalton menggunakan konsep atom untuk menjelaskan mengapa unsur-unsur selalu bereaksi dalam perbandingan yang bulat dan tetap, serta mengapa gas-gas tertentu lebih larut dalam air dibandingkan dengan gas-gas lainnya. Ia mengajukan pendapat bahwa setiap unsur mengandung atom-atom tunggal unik, dan atom-atom tersebut selanjutnya dapat bergabung untuk membentuk senyawa-senyawa kimia.[9][10]
Teori partikel ini kemudian dikonfirmasikan lebih jauh lagi pada tahun 1827, yaitu ketika botaniwan Robert Brown menggunakan mikroskop untuk mengamati debu-debu yang mengambang di atas air dan menemukan bahwa debu-debu tersebut bergerak secara acak. Fenomena ini kemudian dikenal sebagai "Gerak Brown". Pada tahun 1877, J. Desaulx mengajukan pendapat bahwa fenomena ini disebabkan oleh gerak termal molekul air, dan pada tahun 1905 Albert Einstein membuat analisis matematika terhadap gerak ini.[11][12][13] Fisikawan Perancis Jean Perrin kemudian menggunakan hasil kerja Einstein untuk menentukan massa dan dimensi atom secara eksperimen, yang kemudian dengan pasti menjadi verifikasi atas teori atom Dalton.[14]
Berdasarkan hasil penelitiannya terhadap sinar katoda, pada tahun 1897 J. J. Thomson menemukan elektron dan sifat-sifat subatomiknya. Hal ini meruntuhkan konsep atom sebagai satuan yang tidak dapat dibagi-bagi lagi.[15] Thomson percaya bahwa elektron-elektron terdistribusi secara merata di seluruh atom, dan muatan-muatannya diseimbangkan oleh keberadaan lautan muatan positif (model puding prem).
Namun pada tahun 1909, para peneliti di bawah arahan Ernest Rutherford menembakkan ion helium ke lembaran tipis emas, dan menemukan bahwa sebagian kecil ion tersebut dipantulkan dengan sudut pantulan yang lebih tajam dari yang apa yang diprediksikan oleh teori Thomson. Rutherford kemudian mengajukan pendapat bahwa muatan positif suatu atom dan kebanyakan massanya terkonsentrasi pada inti atom, dengan elektron yang mengitari inti atom seperti planet mengitari matahari. Muatan positif ion helium yang melewati inti padat ini haruslah dipantulkan dengan sudut pantulan yang lebih tajam. Pada tahun 1913, ketika bereksperimen dengan hasil proses peluruhan radioaktif, Frederick Soddy menemukan bahwa terdapat lebih dari satu jenis atom pada setiap posisi tabel periodik.[16] Istilah isotop kemudian diciptakan oleh Margaret Todd sebagai nama yang tepat untuk atom-atom yang berbeda namun merupakan satu unsur yang sama. J.J. Thomson selanjutnya menemukan teknik untuk memisahkan jenis-jenis atom tersebut melalui hasil kerjanya pada gas yang terionisasi.[17]
Model atom hidrogen Bohr yang menunjukkan loncatan elektron antara orbit-orbit tetap dan memancarkan energi foton dengan frekuensi tertentu.
Sementara itu, pada tahun 1913 fisikawan Niels Bohr mengkaji ulang model atom Rutherford dan mengajukan pendapat bahwa elektron-elektron terletak pada orbit-orbit yang terkuantisasi serta dapat meloncat dari satu orbit ke orbit lainnya, meskipun demikian tidak dapat dengan bebas berputar spiral ke dalam maupun keluar dalam keadaan transisi.[18] Suatu elektron haruslah menyerap ataupun memancarkan sejumlah energi tertentu untuk dapat melakukan transisi antara orbit-orbit yang tetap ini. Apabila cahaya dari materi yang dipanaskan memancar melalui prisma, ia menghasilkan suatu spektrum multiwarna. Penampakan garis-garis spektrum tertentu ini berhasil dijelaskan oleh teori transisi orbital ini.[19]
Ikatan kimia antar atom kemudian pada tahun 1916 dijelaskan oleh Gilbert Newton Lewis sebagai interaksi antara elektron-elektron atom tersebut.[20] Atas adanya keteraturan sifat-sifat kimiawi dalam tabel periode kimia,[21] kimiawan Amerika Irving Langmuir tahun 1919 berpendapat bahwa hal ini dapat dijelaskan apabila elektron-elektron pada sebuah atom saling berhubungan atau berkumpul dalam bentuk-bentuk tertentu. Sekelompok elektron diperkirakan menduduki satu set kelopak elektron di sekitar inti atom.
Percobaan Stern-Gerlach pada tahun 1922 memberikan bukti lebih jauh mengenai sifat-sifat kuantum atom. Ketika seberkas atom perak ditembakkan melalui medan magnet, berkas tersebut terpisah-pisah sesuai dengan arah momentum sudut atom (spin). Oleh karena arah spin adalah acak, berkas ini diharapkan menyebar menjadi satu garis. Namun pada kenyataannya berkas ini terbagi menjadi dua bagian, tergantung dari apakah spin atom tersebut berorientasi ke atas ataupun ke bawah.[22]
Pada tahun 1926, dengan menggunakan pemikiran Louis de Broglie bahwa partikel berperilaku seperti gelombang, Erwin Schrödinger mengembangkan suatu model atom matematis yang menggambarkan elektron sebagai gelombang tiga dimensi daripada sebagai titik-titik partikel. Konsekuensi penggunaan bentuk gelombang untuk menjelaskan elektron ini adalah bahwa adalah tidak mungkin untuk secara matematis menghitung posisi dan momentum partikel secara bersamaan. Hal ini kemudian dikenal sebagai prinsip ketidakpastian, yang dirumuskan oleh Werner Heisenberg pada 1926. Menurut konsep ini, untuk setiap pengukuran suatu posisi, seseorang hanya bisa mendapatkan kisaran nilai-nilai probabilitas momentum, demikian pula sebaliknya. Walaupun model ini sulit untuk divisualisasikan, ia dapat dengan baik menjelaskan sifat-sifat atom yang terpantau yang sebelumnya tidak dapat dijelaskan oleh teori mana pun. Oleh sebab itu, model atom yang menggambarkan elektron mengitari inti atom seperti planet mengitari matahari digugurkan dan digantikan oleh model orbital atom di sekitar inti di mana elektron paling berkemungkinan berada.[23][24]
Diagram skema spetrometer massa sederhana.
Perkembangan pada spektrometri massa mengijinkan dilakukannya pengukuran massa atom secara tepat. Peralatan spektrometer ini menggunakan magnet untuk membelokkan trayektori berkas ion, dan banyaknya defleksi ditentukan dengan rasio massa atom terhadap muatannya. Kimiawan Francis William Aston menggunakan peralatan ini untuk menunjukkan bahwa isotop mempunyai massa yang berbeda. Perbedaan massa antar isotop ini berupa bilangan bulat, dan ia disebut sebagai kaidah bilangan bulat.[25] Penjelasan pada perbedaan massa isotop ini berhasil dipecahkan setelah ditemukannya neutron, suatu partikel bermuatan netral dengan massa yang hampir sama dengan proton, yaitu oleh James Chadwick pada tahun 1932. Isotop kemudian dijelaskan sebagai unsur dengan jumlah proton yang sama, namun memiliki jumlah neutron yang berbeda dalam inti atom.[26]
Pada tahun 1950-an, perkembangan pemercepat partikel dan detektor partikel mengijinkan para ilmuwan mempelajari dampak-dampak dari atom yang bergerak dengan energi yang tinggi.[27] Neutron dan proton kemudian diketahui sebagai hadron, yaitu komposit partikel-partikel kecil yang disebut sebagai kuark. Model-model standar fisika nuklir kemudian dikembangkan untuk menjelaskan sifat-sifat inti atom dalam hal interaksi partikel subatom ini.[28]
Sekitar tahun 1985, Steven Chu dkk. di Bell Labs mengembangkan sebuah teknik untuk menurunkan temperatur atom menggunakan laser. Pada tahun yang sama, sekelompok ilmuwan yang diketuai oleh William D. Phillips berhasil memerangkap atom natrium dalam perangkap magnet. Claude Cohen-Tannoudji kemudian menggabungkan kedua teknik tersebut untuk mendinginkan sejumlah kecil atom sampai beberapa mikrokelvin. Hal ini mengijinkan ilmuwan mempelajari atom dengan presisi yang sangat tinggi, yang pada akhirnya membawa para ilmuwan menemukan kondensasi Bose-Einstein.[29]
Dalam sejarahnya, sebuah atom tunggal sangatlah kecil untuk digunakan dalam aplikasi ilmiah. Namun baru-baru ini, berbagai peranti yang menggunakan sebuah atom tunggal logam yang dihubungkan dengan ligan-ligan organik (transistor elektron tunggal) telah dibuat.[30] Berbagai penelitian telah dilakukan untuk memerangkap dan memperlambat laju atom menggunakan pendinginan laser untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai sifat-sifat atom.[31]

[sunting] Komponen-komponen atom

[sunting] Partikel subatom

Walaupun awalnya kata atom berarti suatu partikel yang tidak dapat dipotong-potong lagi menjadi partikel yang lebih kecil, dalam terminologi ilmu pengetahuan modern, atom tersusun atas berbagai partikel subatom. Partikel-partikel penyusun atom ini adalah elektron, proton, dan neutron. Namun hidrogen-1 tidak mempunyai neutron. Demikian pula halnya pada ion hidrogen positif H+.
Dari kesemua partikel subatom ini, elektron adalah yang paling ringan, dengan massa elektron sebesar 9,11 × 10−31 kg dan mempunyai muatan negatif. Ukuran elektron sangatlah kecil sedemikiannya tiada teknik pengukuran yang dapat digunakan untuk mengukur ukurannya.[32] Proton memiliki muatan positif dan massa 1.836 kali lebih berat daripada elektron (1,6726 × 10−27 kg). Neutron tidak bermuatan listrik dan bermassa bebas 1.839 kali massa elektron[33] atau (1,6929 × 10−27 kg).
Dalam model standar fisika, baik proton dan neutron terdiri dari partikel elementer yang disebut kuark. Kuark termasuk kedalam golongan partikel fermion dan merupakan salah satu dari dua bahan penyusun materi dasar (yang lainnya adalah lepton). Terdapat enam jenis kuark dan tiap-tiap kuark tersebut memiliki muatan listri fraksional sebesar +2/3 ataupun −1/3. Proton terdiri dari dua kuark naik dan satu kuark turun, manakala neutron terdiri dari satu kuark naik dan dua kuark turun. Perbedaan komposisi kuark ini memengaruhi perbedaan massa dan muatan antara dua partikel tersebut. Kuark terikat bersama oleh gaya nuklir kuat yang diperantarai oleh gluon. Gluon adalah anggota dari boson tolok yang merupakan perantara gaya-gaya fisika.[34][35]

Wilkipedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar